Apakah Indonesia Siap Menerapkan Transisi Energi yang Berkeadilan Menuju Net Zero Emission?

25 August 2021

Jakarta, 25 Agustus 2021 – 4 dari 10 negara berkembang yang bergantung pada batu bara, berhasil meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan dengan risiko yang lebih rendah, biaya teknologi yang lebih rendah, dan biaya modal yang lebih rendah.

Meski Indonesia belum termasuk dalam daftar negara penghasil batu bara yang memiliki komitmen kuat dalam upaya transisi energi ke energi yang lebih bersih, Indonesia berinisiatif mengumpulkan wawasan baru dari pelajaran berharga dari negara lain yang memiliki karakteristik serupa dengan Indonesia. UNDP melalui proyek Transformasi Pasar untuk Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi (MTRE3) menyelenggarakan forum konsultasi tertutup global “Transisi Energi di Negara-Negara Berkembang dan Negara-Negara Berkembang Baru-baru ini” pada 16 Juni 2021. Bertujuan untuk berbagi pelajaran dan praktik terbaik dalam transisi energi yang dapat diterapkan dalam konteks Indonesia.

Menanggapi forum konsultasi global tersebut, UNDP melalui Proyek MTRE3 mendukung Pemerintah Indonesia dengan menyelenggarakan Webinar Nasional Transisi Energi Berkeadilan Menuju Net Zero Emission di Indonesia yang berfokus pada bagaimana Indonesia mempersiapkan dan mengantisipasi tantangan, risiko, dan mengumpulkan pandangan praktis tentang bagaimana untuk mengatasi semua kelemahan transisi energi dengan cara yang paling realistis (secara sosial, teknis, dan finansial), belajar dari hasil forum konsultasi global.

Pembahasan meliputi kesiapan teknis transisi ke energi terbarukan di Indonesia oleh PT PLN (Persero), strategi transformasi bisnis di perusahaan batubara oleh PT TBS Energi Utama Tbk., potensi green jobs di Sumatera Selatan oleh PT Buyung Poetra Sembada, konsep keuangan Transisi Energi Mekanisme di Indonesia oleh Asian Development Bank dalam rangka mewujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan.

Padahal, 3 besar wilayah batu bara terbesar di Indonesia seperti Tanjung Enim & Lahat (Sumatera Selatan), Berau dan Samarinda (Kalimantan Timur), serta Kalimantan Selatan memiliki banyak perusahaan batu bara yang beroperasi dan menyerap tenaga kerja di wilayah tersebut. Wilayah batubara sangat bergantung pada pendapatan dari industri batubara. Akibatnya, transisi energi dapat menyebabkan penurunan terhadap produk domestik regional bruto di kawasan berdasarkan laporan Institute for Essential Services Reform (IESR) pada tahun 2020. Untuk itu, kita perlu mempersiapkan dan merumuskan strategi terbaik untuk penurunan batubara secara bertahap. secara bertahap guna mengurangi dampak negatif di Indonesia.

Tentunya sangat penting untuk memastikan jaringan listrik di wilayah batubara siap untuk energi terbarukan tepat waktu sebelum target Net Zero Emission pada tahun 2060 di 3 Wilayah Batubara Terbaik di Indonesia untuk mempersiapkan transisi energi yang adil dan tidak ada yang tertinggal.

Dadan Kusdiana selaku Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM mengatakan, “Transisi Pemerataan Energi tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga membutuhkan kontribusi dari semua kalangan dan profesi, termasuk baik pelaku usaha yang akan berubah dan bertransisi, serta sektor bisnis yang akan berkontribusi pada sektor energi berkelanjutan, dan organisasi internasional, akademisi, dan asosiasi energi berkelanjutan.”

Dengan demikian, diskusi ini bertujuan untuk mengeksplorasi Transisi Energi dari berbagai perspektif dalam konteks realitas nasional.

Agus Prabowo selaku Kepala Unit Lingkungan UNDP Indonesia menyatakan bahwa, “Sebagai konsumen energi terbesar di Asia Tenggara, dengan sumber kebutuhan listrik yang terus meningkat, Indonesia merupakan kunci transisi energi yang efektif di Kawasan ASEAN”. Ia menambahkan, “Transisi energi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060 tentunya akan berdampak pada aspek sosial ekonomi: lapangan pekerjaan dan masyarakat lokal yang bergantung pada sektor terkait, untuk mewujudkan Transisi Energi yang berkeadilan dan inklusif perlu melibatkan sosial- dimensi ekonomi, lingkungan, dan bahkan budaya lokal di wilayah yang akan paling terpengaruh oleh Transisi Energi ini.” Oleh karena itu, proses pengambilan keputusan perlu memastikan bahwa transisi energi itu adil dan inklusif.

Kesimpulan dan kesimpulan tersebut akan digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk merumuskan langkah strategis dan realistis selanjutnya menuju Transisi Energi yang Adil untuk memenuhi target Emisi Nol Bersih pada tahun 2060 dan menentukan “Energy Compact”, sebuah komitmen nasional ambisius sukarela, sebagai bagian Dari kontribusi Indonesia pada United Nations High-Level Dialogue on Energy (HLDE) yang diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal PBB pada tanggal 24 September 2021, inisiatif tersebut merupakan langkah maju yang penting dalam merumuskan langkah-langkah strategis menuju negara yang 'adil'. transisi energi di Indonesia.